Muslim di Afganistan

Di Angkatan Bersenjata Inggris terdapat lebih dari 600 tentara Muslim. Mereka juga ditugaskan ke garis depan peperangan di Irak dan Afghanistan. Bagaimana perasaan mereka, sebagai muslim sekaligus tentara yang harus memerangi musuh-musuh negara, yang notabene muslim juga? Sebagai muslim, para tentara itu sering menerima kritikan dari komunitas Muslim di Inggris yang menentang perang di Afghanistan dan Irak. Komunitas Muslim itu menganggap seharusnya tentara-tentara Muslim itu tidak mengangkat senjata, memerangi sesama muslim.
Shehab El-Din Ahmed El-Miniawi adalah anggota Batalion ke-2 Resimen Penerjun Payung yang ditugaskan di provinsi Helmand, salah satu basis Taliban di Afghanistan. Dia satu-satunya tentara Muslim di batalion itu dan baru pertama kali ditugaskan ke Afghanistan.


"Saya datang ke sini (Afghanistan) tanpa bayangan akan seperti tempat tempat saya bertugas, apakah udaranya panas, dingin, apakah tempatnya berbahaya, atau apalah," kata El-Miniawi.
Ia menyatakan, sebagai Muslim dan warga negara Inggris, dirinya bangga jika bisa berjuang untuk negaranya. "Kami melawan para ekstimis. Setiap budaya, setiap agama, pasti punya segelintir ektrimis," ujar El-Miniawi.
Ia menyatakan, agamanya justru memberikan keuntungan baginya saat bertugas di lapangan. Masyarakat Afghanistan banyak yang memberikan sambutan hangat padanya, begitu tahu bahwa El-Miniawi adalah tentara asing yang muslim.
"Para bos dan pejabat yang membantu tugas saya di lapangan, mendorong saya untuk berdialog berkomunikasi dengan warga lokal dan mencarkan kebekuan. Mereka tahu saya siapa, mereka tahu latar belakang saya, makanya mereka sering datang pada saya dan menganggap saya sebagai komandan," tutur El-Miniawi.
Tapi sebagai pasukan infanteri, El-Miniawi mengaku tugasnya sangat berat. Ia dan tentara lainnya harus mampu menjaga stabilitas keamanan dan membuka kembali desa-desa di Helmand yang terisolasi, agar penduduk lokal bisa kembali ke rumah mereka.
"Butuh banyak komunikasi dengan penduduk lokal agar tugas ini berhasil. Kami harus memahami latar belakang mereka dan mengetahui apa yang mereka inginkan dari kita," tukasnya.
Tentara muslim lainnya adalah Zeeshan Hashmi yang pernah bertugas di Afghanistan pada tahun 2002 dan sudah lima tahun ini masuk dalam Korps Intelijen Angkatan Bersenjata Inggris. Saudara lelakinya, Jabron Hashmi juga seorang tentara. Ia tewas pada tahun 2006 dan menjadi tentara muslim Inggris pertama yang gugur di Afghanistan.
Zeeshan Hashmi mengungkapkan, selain ungkapan rasa simpati, ia juga sering menerima kritikan terkait tugasnya di kemiliteran Inggris. "Ada orang-orang tertentu yang melontarkan pernyataan di situs-situs internet, seolah-olah saudara lelaki saya adalah seorang pengkhianat karena perannya dalam dinas kemiliteran Inggris di Afghanistan," ujar Hashmi.
"Menjadi muslim sekaligus tentara Inggris, bukan tanpa resiko," sambungnya.
Selain menghadapi ancaman berupa serangan bom yang di pasang di jalan-jalan dan serangan bom bunuh diri, kadang ketika kembali dari bertugas, tentara yang muslim menghadapi ancaman dari para ekstrimis di kalangan komunitas Muslim sendiri.
Sementara itu, Kopral Raziya Aslam yang ditugaskan di wilayah Lashkar Gah, Helmand sejak 2010 mengungkapkan, ia tidak melihat perang di Afghanistan sebagai perang terhadap Islam.
"Beberapa tugas yang harus dikerjakan adalah menolong rakyat Afghanistan, dan mengupayakan agar Afghanistan lebih maju," kata Aslam yang berprofesi sebagai ahli bahasa.
Sebagai muslim Inggris keturunan Pakistan, Aslam mengaku sangat ingin berkunjung ke Afghanistan dan ia pernah tinggal di negeri itu selama setahun untuk belajar bahasa Pastun. Tugasnya di basis militer Lashkar Gah adalah menjadi interpreter jika ada pertemuan antara militer Inggris dengan para pemuka masyarakat lokal.
Angkatan Bersenjata Inggris nampaknya sadar betul dengan perang tentara-tentara muslim di dinas kemiliteran. Oleh sebab itu, Kepala Staf Pertahanan Militer Inggris, Jenderal Sir David Richards belum lama ini menyerukan agar anak-anak muda muslim di Inggris tidak segan-segan mendaftarkan diri ke dinas kemiliteran.
"Kita memilili tentara-tentara Muslim yang cerdas dan energik, jumlah mereka terus bertambah dan mereka merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan kita."
"Mereka sangat bangga menjadi bagian rakyat Inggris, sekaligus sebagai bagian dari komunitas Muslim. Mereka tidak merasa ada kontradiksi antara keduanya," klaim Jenderal Richards.

Terima kasih telah membaca artikel ini
Artikel diatas diambil dari era muslim




Artikel Terkait Lainya
Bahaya paham Pluralisme